Thursday, November 26, 2009

Pencet Send, Sembunyi Jempol

"Ntar tentiran sama dr. X jam 2 ya". Saya manggut-manggut dengan kesadaran belum penuh karena masih membawa hawa kantuk. Lagipula lumayanlah ada tentiran, ilmu hitam putih ini sungguh susah untuk dimengerti karena gambarannya kelabu tanpa merah kuning hijau di langit yang biruuu. O ya, lagian saya sedang bahagia, absen tak jadi bernoda spidol merah walaupun telat karena petugas absennya juga belum dateng. Hore! Hore! Hore!

Terus apa hubungan abang tentiran dengan nenk "Pencet send, sembunyi jempol"?

Seperti sudah saya tulis di atas, saya manggut-manggut aja waktu dibilang ada tentiran karena masih pagi, masih ngantuk, dan sedang bahagia karena absen tak bernoda. Tapi begitu siang jam 12-an, mata mengantuk, perut lapar, gambaran kasur dan guling dengan batas tegas dan regular memanggil-manggil di kepala. Hasrat untuk tentiran pun meredup seiring meredupnya sinar-sinar di mata *halaahh* Mulailah celetukan-celetukan untuk membatalkan tentiran muncul ke permukaan. Ngantuk...Laper...Udah, gak udah tentiran aja, bilang besok kita ujian. OK, usul diterima, kesepakatan dicapai.

SMS diketik di HP seorang oknum, sebut saja Bunga (bukan nama sebenarnya), berisikan kata-kata mesra kepada sang pacar (bukan kisah sebenarnya). Maksud saya, SMS itu berisikan permintaan secara halus untuk membatalkan tentiran karena akan belajar sendiri di rumah (belajar tidur gaya bebas dan makan pake dua tangan adalah materi belajar hari itu). Kalau toh dipaksakan tentiran, kami toh juga bakal terkantuk-kantuk. Maka oknum Bunga pun mengarang SMS dengan singkatan yang tak tercantum di KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) dan tidak sesuai dengan EYD. Namun, dia berat hati untuk menekan tombol "send". Oleh karena itu, dia meminta saya untuk melakukannya. Saya pun maju dengan gagah berani *kaya mau apa aja!* dan mengeksekusi tombol "send". "Message sent" muncul di layar HP, bersamaan dengan munculnya dr. X di pintu ruang rapat rahasia kami!

Haish..mengapa begini? mengapa begitu?

Maunya izin batal tentiran, kenapa malah harus ketemu? Alamat batal pulang deh, sudah gitu SMS sudah terkirim pula! Oknum Bunga mulai panik, membalikkan badan, tak siap menatap dr. X, tak siap melihat SMS dari nomor HP-nya dibaca oleh dr. X.

Tak lama...HP dr.X berbunyi! Huplaaa...Saya tak kuasa menahan tawa, sembunyi ke balik meja. Eh, ternyata si Bunga sudah jongkok di situ menyembunyikan muka dan menggenggam HP laknat hasil kredit yang sudah lunas itu. HP...HP..mengapa kau tega melakukannya padaku? Tak cukupkah deritaku untuk menyicilmu? *mungkin begitu ratapan hati Bunga* Melihat wajah bunga, saya makin ketawa. Jadinya kami berdua ketawa-ketawa di balik meja. Apalagi setelah dengar dr.X bilang, "Kalian mau pulang tho,Dik?"

Huwaaaa...Maluu...

Tampak tak ada jawaban dari teman yang lain, berarti akan tetap tentiran. Ya sudah, kami dengan gagah berani berdiri dari balik meja, ambil kursi, dan ikut tentiran. Syukurlah, gara-gara ketawa rasa kantuk agak berkurang.

Thanks to dr.X yang sudah memberi tentiran. Maafkan kantuk kami yang sempat ingin membatalkan tentiran, Dok. Juga maafkan HP Bunga dan jempol saya yang menekan tombol send itu.

PS: barang bukti (HP dan jempol) masih kami simpan karena kebutuhannya sungguh mendesak dan tak tergantikan.

No comments:

Post a Comment