Tuesday, June 15, 2010

Logika dan Spiritualitas

Mengapa religiusitas seseorang dinilai akan mempengaruhi logikanya? Apakah seseorang yang religius hanya akan berdoa sepanjang hari untuk menghasilkan materi di depan mata? Saya kira religiusitas seseorang bukan alasan untuk menjadi tidak logis.

Saya kira sangat logis ketika seseorang percaya dan yakin bahwa Tuhannya akan menyelamatkannya. Saya kira tidak ada yang salah ketika seseorang dalam kesulitan, kesesakan yang teramat sangat, memohon bantuan pada Tuhannya. Saya kira semua agama meyakini bahwa Dia menyayangi umat-Nya dan menyediakan pertolongan bagi mereka yang berseru kepada-Nya. Lalu mengapa harus mengatakan orang-orang yang religius tidak mampu melihat realitas?

Jika ada seseorang yang berseru memohon pertolongan Tuhan, namun dia tidak melakukan usaha apapun; baiklah saya akan mengatakan dia pemalas. Ketika seseorang tidak mau berobat walaupun memiliki uang untuk pergi ke dokter dan mendapat pengobatan terbaik sementara dia justru makin merusak kesehatan dirinya dengan mengharapkan mukjizat Tuhan yang akan menyembuhkannya; baiklah saya katakan dia tidak realistis karena menyia-nyiakan apa yang sudah disediakan Tuhan baginya.

Namun, sungguh, saya tidak mengerti mengapa seseorang harus menghubungkan religiusitas seseorang dengan kemampuan orang tersebut melihat realita hidup. Mungkin uang sudah menjadi tuhan baru dalam dunia modern ini. Tapi layakkah segalanya diukur dengan uang? Layakkah kemampuan melihat realita hidup diukur dengan seberapa banyak uang yang mampu dihasilkan?

Saya percaya bahwa Dia Yang Di Atas itu tidak pernah tidur. Dia melihat tiap-tiap orang dan usahanya. Mungkin yang hidupnya lurus di mata-Nya dan bekerja sepenuh hati bergaji pas-pasan. Sementara mereka yang menipu dan melakukan korupsi hidup bergelimang harta. Apakah ini berarti kelompok yang pertama tidak realistis? Apakah ketika kita tetap bekerja dengan sepenuh hati, hidup benar di mata-Nya, dan percaya bahwa Dia akan memelihara kita, berarti kita telah menjadi manusia yang tidak realistis?

Saya tahu bagaimana sulitnya hidup tanpa uang di zaman sekarang ini. Saya tahu bahwa uang hampir menjadi jawaban untuk menyelesaikan segala permasalahan di dunia ini. Ketika dunia menjadi makin tamak, makin culas, makin kejam, uang adalah solusi yang tercepat. Namun layakkah hal itu menjadikan uang sebagai tuhan baru bagi manusia modern?

Dia memiliki cara-Nya sendiri. Pertolongan-Nya tak pernah terlambat. Namun, maukah kita bertahan dalam pengharapan kepada-Nya? Maukah kita tetap setia pada iman dan berserah kepada-Nya? Atau justru mengikuti arus dan memuja tuhan-tuhan baru yang menjanjikan kemudahan duniawi?

Iman adalah mempercayai adanya terang ketika berada dalam kegelapan (lupa dikutip dari mana).

Tuhan, mampukan saya tetap menaruh pengharapan kepada-Mu, berserah pada-Mu saja dan tidak menjadi hamba-hamba uang. Didiklah saya agar tetap setia ketika berada dalam kesukaran, ketika dalam kebahagiaan, bahkan ketika merasa doa-doa saya tidak Engkau dengar. Ajar saya, Tuhan, untuk selalu mencari terang-Mu. Amien.