Wednesday, December 23, 2009

Mensyukuri Masalah

Ketika mendapat masalah, orang sering mengeluh. Muka yang kemarin-kemarin ceria, menjadi tertekuk. Senyum yang biasanya mengembang,berubah jadi mengerucut. Kalau kemarin digoda, hanya tertawa dan membalas, jangan coba menggoda sekarang. Bisa-bisa digigit kamu.

Ketika mendapat masalah, seringkali orang berpikir kenapa bisa begini? Kok susah sekali mencari jalan keluarnya, atau mengapa masalahnya begitu berat? Ketika sedang tertimpa masalah, orang melirik iri pada orang lain yang tertawa-tawa. "Enaknya hidup dia, tanpa beban. Tidak seperti saya". Sebagian besar orang akan mengeluh ketika mendapat masalah. Tidak perlu ada masalah, menjalani rutinitas yang biasa-biasa saja, orang juga suka mengeluh kok.

Manusia seperti sulit mengerti makna bersyukur. Bersyukur bukan hanya mengucapkan "Puji Tuhan", "Syukurlah", atau "Alhamdulillah" ketika mendapatkan hal-hal yang kita inginkan. Tetapi bagaimana tetap memuji Yang Di Atas ketika kita dirundung masalah.

Apa yang bisa disyukuri dari sebuah masalah?

Saya percaya bahwa segala hal bisa dilihat dari berbagai sisi. Masalah mungkin memberikan batu sandungan dalam hidup kita, tapi karena masalah itu ada, kita menjadi lebih kuat dan dewasa. Masalah mungkin membuat kita terpuruk, namun kita menjadi tahu bahwa orang-orang di sekitar kita peduli. Mereka mengulurkan tangannya untuk membantu kita bangkit dari keterpurukan. Masalah mungkin membuat kita berhenti beraktivitas, namun mungkin kita menjadi bisa merenungkan apa-apa saja yang perlu kita perbaiki. Bila kita mampu melihat masalah dari sisi yang demikian, bukankah sebenarnya kita layak bersyukur?

Hidup itu penuh warna, tak hanya hitam atau putih. Semuanya kembali kepada kita, apakah kita mau melihat dan menikmati warna-warni itu, atau hanya terpaku pada hitam dan putih saja.

Hidup dengan penuh rasa syukur menjadikan kita kaya karena dengan bersyukur kita tak pernah kekurangan.

Wednesday, December 9, 2009

AKU

Hidup atau mati, Tuhan yang mengatur. Tetapi tentu semua orang berharap meninggal dengan cara yang baik. Baik dalam artian yang wajar-wajar saja. Gak perlu seheboh Oom Michael Jackson atau sedahsyat jadi korban kecelakaan Titanic.

Stase di Forensik membuat saya berpikir bagaimana nanti jika saya meninggal? Ketika melihat jenazah-jenazah itu, saya merasakan ketidakberdayaan. Mungkin manusia memang dirancang seperti itu ya? Mengawali dan mengakhiri hidupnya dalam ketidakberdayaan.

Seorang bayi yang baru lahir, tidak berdaya menghadapi dunia sendirian, karena itu tangan seorang ibu terulur untuk merawatnya. Saat meninggal, manusia tak mampu mengurus sendiri kematiannya. Serem ya kalau ada jenazah menggali lubang kuburnya sendiri!

Kalau manusia setidak berdaya itu, mengapa harus selalu ada AKU? Apalah yang mampu dilakukan manusia seorang diri?

Mungkin ada orang yang memiliki segalanya, mungkin dia bekerja keras sedari muda dan memperoleh segalanya pada akhirnya. NAmun, benarkah itu karena dia seorang? Saya yakin itu karena Yang Di Atas yang memberikan berkat kepadanya.

Jadi masih haruskah menyombongkan ke-AKU-an?